Tuesday, June 20, 2017

Budaya dan Identitas dalam Globalisasi


Sumber Gambar: google
Globalisasi pada masa saat ini memberikan signifikansi yang besar terhadap dunia khususnya negara. Banyak aspek yang telah terpengaruh oleh globalisasi. Saat ini kehidupan sosial mengalami perubahan yang cepat di mana capital, teknologi, masyarakat, ide-ide, informasi bergerak tanpa henti. Tak terkecuali pada bidang budaya. Masuknya globalisasi pada bidang budaya ini sedikit banyaknya memberikan beberapa perubahan yang ada. Muncul pula beberapa isu-isu yang diakibatkan oleh globalisasi. Globalisasi telah dikaitkan dengan berbagai konsekuensi budaya yang ada. Robert Holton (2000) seorang professor dalam bidang sosiologi membenarkan hal tersebut dan menyatakan bahwa konsekuensi-konsekuensi tersebut dapat dianalisa melalui 3 tesis utama: homogenisasi, polarisasi, dan hibridisasi. Penulis akan lebih mengkaji mengenai 3 tesis yang diajukan oleh Robert Holton dengan kaitannya budaya dalam globalisasi.
Robert Holton (2000) dalam tulisannya berjudul Globalization’s Cultural Consequences memberikan 3 tesis utama dalam menganalisa konsekuensi budaya dalam globalisasi, yaitu Homogenisasi, yang mana mengarahkan pada konvergensi budaya atau pemusatan budaya, yang menyatakan bahwa budaya global distandarisasi pada seputaran pola Barat atau Amerika. Namun, budaya, tampaknya, lebih sulit untuk distandarisasi daripada organisasi ekonomi dan teknologi (Holton, 2000:140). Dan kehadiran alternatif budaya dan ketahanan terhadap norma-norma Barat menunjukkan bahwa Polarisasi memberikan gambaran yang lebih meyakinkan mengenai perkembangan budaya global. Tesis ini menempatkan perang budaya di antara globalisasi barat dan lawannya. Sementara Hibridisasi berargumen bahwa budaya meminjam dan menggabungkan elemen-elemen dari satu sama lain, menciptakan bentuk hibrida, atau perpaduan (Holton, 2000:140). Globalisasi mendorong campuran dari kumpulan berbagai macam budaya yang tersedia melalui pertukaran lintas-perbatasan.
Lebih lanjut, menurut Robert Holton (2000), dalam homogenisasi, globalisasi dan budaya dipercaya dalam suatu konvergensi atau pemusatan ke arah seperangkat praktik dan ciri-ciri budaya. Penggunaan istilah “Coca-colonization” atau “McDonaldization” mencerminkan budaya global mengikuti ekonomi global. Bahkan, Homogenisasi setara dengan Westernization atau bahkan Amerikanisasi (Holton, 2000:142). Terbentuknya suatu konsumen global yang berdasarkan pada tidak hanya pada kenyamanan produk global tetapi juga pada penjualan suatu impian mengenai kemakmuran, kesuksesan pribadi, dan kepuasan yang dibangkitkan melalui iklan dan industri budaya Hollywood. Ini menandakan adanya pembentukan konsumen global melalui strategi pemasaran massa. Selain itu, Robert Holton (2000) menambahkan pengembangan budaya global tidak hanya didorong oleh strategi pemasaran massa tetapi juga melalui munculnya dan kepentingan elit global yang lintas-nasional. Namun, menurut Arjun Appadurai (1990 dalam Holton, 2000:144) ancaman budaya di banyak negara sering dianggap bukan hanya Amerikanisasi. Lalu mengenai tesis Polarisasi, tesis ini menyatakan budaya lebih sulit untuk mengglobal dibandingkan aktivitas politik atau ekonomi. Dalam tesis ini, budaya dibagi menjadi dua yang dibentuk antara Barat dan non-Barat. Non-Barat biasa disebut sebagai the Orient atau Timur. Sebagai contoh, dunia Middle Eastern Islamic disebut sebagai Oriental oleh banyak orang Barat seperti novelis, pelukis, penjelajah dan sebagainya. Timur tipikalnya dilihat sebagai stagnan dan tidak berubah, atau erotis, atau otoriter sementara Barat dibentuk seperti dinamis, berinovasi, rasional dan toleransi (Holton, 2000:145). Dalam hal ini, budaya global disajikan dari segi konflik antara dua stereotipe budaya yang bertentangan. Benjamin Barber (1995 dalam Holton, 2000:146) mengkarakteristikkan polarisasi budaya global menjadi konflik antara McWorld dan Jihad. McWorld maksudnya adalah kombinasi anara fast food (McDonald’s), fast music (MTV) dan fast computers (Apple) yang mengikat semua orang melalui konsumsi produksi budaya terkomodifikasi, sementara Jihad dimaksudkan sebagai upaya fundamentalisme dan tribalisme budaya yang menjanjikan pembebasan moral dari kekayaan melalui mobilisasi politik kemasyarakatan dalam mengejar keadilan.
 Sementara itu tesis yang terakhir adalah Hibridisasi, yang memusatkan pada pertukaran budaya dan penggabungan unsur-unsur budaya dari berbagai sumber dalam praktik budaya tertentu (Holton, 2000:148). Meskipun tesis homogenisasi dan polarisasi memberikan signifikansi yang besar, namun keduanya tidak menyelesaikan unsur multidimensi yang kompleks yang membentuk budaya global. Kesempatan untuk pertukaran budaya terbuka tidak hanya melalui micro-interactions dari perkawinan namun juga kontak budaya antara orang-orang dari latar belakang budaya yang berbeda. Pertukaran budaya terjadi pada wilayah agama, budaya, politik, bahkan musik (Holton, 2000:149). Banyak aktor-aktor seperti diplomat, jurnalis, pebisnis, birokrat, yang disebut-sebut sebagai kelompok kerja yang semakin terlibat dalam lebih dari satu latar belakang budaya. Dalam hal ini, Hibridisasi memberikan ide bahwa budaya telah menjadi begitu bercampur dan tidak ada lagi budaya asli atau murni yang berbeda dari satu sama lain. Bahwa Holton beranggapan akan sulit menjawab mengenai pertanyaan yang bersinggungan dengan konsekuensi budaya di dalam globalisasi. Richard Holton memandang hal ini dikarenakan kegagalan teori-teori besar dalam menjelaskan perbedaan dan kerumitan dari perkembangan budaya global. Holton menambahkan bahwa pandangan Hibridisasi merupakan koreksi dari dua tesis lainnya, karena pandangan tersebut mampu mencakup second level dari kompleksitas.
Penulis setuju dengan Richard Holton bahwa akan sulit menjawab mengenai pertanyaan yang bersinggungan dengan konsekuensi budaya di dalam globalisasi. Dan memandang Hibridisasi merupakan koreksi dari dua tesis sebelumnya yaitu Homogenisasi dan Polarisasi. Jika diambil contoh adalah Jakarta Jazz Festival. Itu merupakan festival musik Jazz yang menampilkan musisi jazz dari seluruh penjuru dunia. Ini menandakan bahwa adanya perpaduan budaya dari berbagai negara yang menyatu di dalam suatu jenis music, yaitu jazz. Dari apa yang sudah penulis paparkan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa globalisasi pada masa saat ini memberikan signifikansi yang besar terhadap dunia khususnya negara. Banyak aspek yang telah terpengaruh oleh globalisasi. Saat ini kehidupan sosial mengalami perubahan yang cepat di mana capital, teknologi, masyarakat, ide-ide, informasi bergerak tanpa henti. Tak terkecuali pada bidang budaya. Masuknya globalisasi pada bidang budaya ini sedikit banyaknya memberikan beberapa perubahan yang ada. Muncul pula beberapa isu-isu yang diakibatkan oleh globalisasi. Konsekuensi-konsekuensi tersebut dapat dianalisa melalui 3 tesis utama: homogenisasi, polarisasi, dan hibridisasi.

Referensi:

Holton, Richard. 2000. Globalization’s Cultural Consequences. Dalam: Annals of the American Academy of Political and Social Science, Vol. 570, Dimension of Globalization. (Jul., 2000), pp.140-52

0 comments:

Post a Comment